Malam ke-Sembilan Bertemu Muallaf
Malam ke-Sembilan Bertemu Muallaf
Malam itu seperti biasa aku dan teman satu organanisasi tak berkantor melakukan agenda rutin setiap malam, tarawih keliling yang biasa kami sebut dengan TarLing. Meski beranggotkan yang jumlahnya sedikit kani tetap semangat melakukan agenda itu. waktu itu masjid Mujahidin jadwal acara Tarling, sekitar kurang lebih 2000m jarak yang harus kami tempuh berjalan bersama sambil bercanda. Sesampainya di masjid kami pun langsung mengikuti tarawih di masjid tersebut. maklum, tarling yang kita buat bersifat ilegal, jadi aku dan teman-teman hanya menjadi makmum seperti orang-orang yang shalat disampingku.
Setahu saya masjid itu mempunyai jamaah banyak sehingga proposal dari luar atau dalam pun hilir mudik antara meja kantor takmir dan meja yang menjadi subyek atau obyek proposal. Begitu ramainya masjid, agenda setiap hari pada bulan ramadhan pun dilakukan buka berama yang sebelumnya dilakukan pengajjian terlebih dahulu. Salah satu sponsor yang ku ketahui sebagai jamaah adalah dari Telkomsel, saya tahu hal itu karena di tembok samping masjid yang menjadi sasaran tatapan pertama orang yang mau masuk ke masjid terpampang banner ucapan selamat menjalankan ibadah puasa.
Karena jiwa muda kami masih membara, untuk urusan ibadah biasanya pilih yang singkat. Delapan rakaat tarawih kami selesaikan dan setelah itu aku dan teman-teman tak langsung pulang ke pesantren, karena memang waktu tarawih di pesantren masih lama selesainya. Salah satu temanku mengajak ke kenalan barunya, seorang muallaf yang rutin mengikuti pengajian di pesantren dan melakukan private ngaji dengan temanku itu. sesampainya disitu ternyata kami beruntung. Orang tersebut ada di rumah, mungkin karena baru saja cerai dengan istrinya jadi dia lebih suka menyendiri.
Alasan mengapa sang muallaf itu suka menyendiri juga karena memang dia lagi asik dan semangat bermunajat dengan tuhan. Kata sang mualaaf yang ku ketahui namanya Deny “aku sekarang sudah bisa berani hidup lagi setelah berbagai kejadian menimpaku”. Aku dan teman-teman sempat bingung memang baru ngapain aja kok sampai enggan hidup di dunia. Setelah ngobrol layaknya makan kacang kulit yang tak tentu arah aku mengetahui ternyata dia mulanya beraga
ma Katolik. Maklum dia merupakan seorang aktifis, hatinya luluh kepada ajaran Islam setelah membaca tulisan-tulisan bapak pluralisme indonesia. Dalam hidupnya sekarang dia habiskan untuk mencari ridha tuhan menurut versinya.
Post a Comment