Shalawat yang Dimakan Zaman

Shalawat yang Dimakan Zaman


Sungguh sedih bila membandingkan dulu dengan sekarang. Bagaimana tidak, dulu setiap moment atau hajat penting Nabi Muhammad SAW selalu diikutkan, diundang, dan didoakan. Tapi sekarang, sudah terbalik, sanjungan-sanjungan untuk baginda sudah tak dengar lagi kecuali hanya sedikit. Padahal Rasulullah selalu menyertai hidup para nenek-kakek kita.
Banyak sekali dendang para pelantun dan penyanjung Rasulullah menghiasi telinga-telinga orang sebelum kita. Seperti dalam pemberian nama bayi yang baru lahir, ketika akan khitan, menikah, dan ketika sudah mati pun orang-orang mendoakan almarhum dengan memuji nama agung sang pemimpin umat.

Dalam acara pemberian nama. Yang terjadi sekarang hanya mengundang orang banyak, makan bersama berdoa dan bersyukur. Meskipun masih ada lantunan sanjungan kepada Nabi akan tetapi hanya sedikit, sewaktu sang pemberi ceramah akan memulai ceramahnya saja. Berbeda dengan dulu, ketika memberikan nama pada anaknya yang baru lahir selalu dilaksanakan pembacaan sanjungan nama-nama agung sang utusuan, dengan membaca maulid dziba atau maulid al-barzanji yang di dalamnya berupa pujian atas sifat mulia sang Rasulullah.
Ketika bapak akan menyunatkan atau mengkhitan anaknya, orang-orang dulu selalu membacakan shalawatatas nama Rasulullah, akan tetapi yang terjadi sekarang. Orang-orang yang melihat anak dikhitan hanya diam dan bengong melihat alat-alat pak dokter yang mungkin dianggapnya aneh karena waktu penyunatan sang anak tak merasa sakit sedikit pun.
Tak hanya itu, ketika orang akan melaksanakan akad nikah calon pengantin lelaki dating ke rumah pengantin putri berjalanbersama para tetangganya sambil melantunkan nama Muhammad SAW bersama serta diiringi suara rebana yang teratur. Berbeda dengan sekarang, tak ada shalawat tak ada rebana yang ada hanya suara deru mobil, mungkin orang-orang sudah enggan berjalan kaki karena sudah termanjakan dengan enaknya mesin. Lantunan shalawat kepada Nabi entah hilang kemana. Meskipun ada bacaan shalawat akan tetapi hanya sedikit saja sama seperti adanya ritual pemberian nama sekarang.
Di akhir hayat manusia pun masih ada bacaan-bacaan shalawat mengagungkan Nabi, ketika ada orang meninggal, maka diadakannya bacaan tahlil selama 7 hari berturut-turut dan di dalam tahlil tentu merekabershalawat atas Rasulullah. Tapi kita lihat di sekitar kita jika ada orang meninggal hanya ada satu dua orang saja yang mau membacakan tahlil kepada keluarga atau tetangga yang telah mendahuluinya menuju alam abadi di sana.
Semakin lama semakin berkurang saja orang yang mau mengagungkan nama Nabi. Tidak tua muda, pria dan wanita semuanya sama sudah enggan memuji Rasulullah, bahkan ada yang mengharamkan karena menganggap itu semua adalah bid'ah. Apalagi para muda-mudi mereka sudah tak mau lagi bacakan shalawatal-barzanji, dziba, atau yang lainnya. Mereka lebih senang duduk di pinggir jalan berkumpul dengan teman dan habiskan uang beli di mall yang bertingkat-tingkat. Mereka menganggap bershalawat adalah sebuah ritual keagamaan yang katrok dan ndeso (tertinggal). Yang tua pun sama saja, mereka lebih asik duduk di depan tv atau membaca Koran dari pada membaca shalawat pada Nabi. Mereka lebih malu ketinggalan berita dari pada melantunkan keagungan baginda Rasulullah. Akankah shalawat mengagungkan Nabi akan ditinggalkan juga oleh kita?
Malang 5 December 2010

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Pesona Hawa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger