Shalat Isya dan Tarawih Lintas Madzhab

Shalat Isya dan Tarawih Lintas Madzhab



Tidak mau mengulangi kejadian seperti malam pertama tarawih, aku dan empat temanku sepakat untuk jamaah ashalat tarawih diluar, bukan di masjid yang ada di pesantren. Setelah selesai buka bersama dan melaksanakan shalat di masjid, seperti biasanya kopi selalu diseduh, biasa untuk mengobati migrain para santri yang sudah kena candunya cafein dan nikotin. Satu gelas besar atau gentong temanku menyebutnya di kerumuni oleh semua anggota kamar, kecuali satu temanku yang lainnya karena ada keperluan di luar untuk mengisi imam tarawih di kecamatan seberang yang lumayan jauh.


Setelah selesai berkumpuk kami pun sepakat untuk keluar dan menentukan ke arah kiri selepas keluar ari pintu gerbang pesantren. Kelima anak berjalan bersama sambil bercerita ke kanan dan ke kiri. 1500 meter sudah kami tempuh dan akhirnya kami menemukan masjid yang sangat megah, mungkin karena terletak di daerah perumahan jadi masjidnya didesain sebegitu rupa. Sayangnya, masyarakat yang menikmati shalat isya dan tarawih tiak begitu banayak, maklum orang sibuk. Suasana tenang pun dapat kunikmati tidak eperti malam kemarin yang bising dengan suara knalpot dan riuhnya angin.
Shalat isya berlangsung, setelah kupahami ternyata shalatnya menggunakan cara yang biasa ditempuh oleh orang-orang organisasi Muhammadiyah. Tenang dan khusu’ shalat berlangsung, sehabis shalat pun masih menggunakan adat Muhammadiyah. Selang waktu untuk melaksanakan shalat sunnat ba'diyah tarawih pun dimulai. Anehnya, tarawih menggunakan adat organisasi NU yang mayoritas orangnya menganut imam madhab syafi'i. Shalat dilakukan 20 rakaat sepuluh salam, setiap membaca surat al-fatihah selalu menggunakan bismillah terlebih dahulu, tidak seperti waktu shalat isya fatihah dibaca tanpa menggunakan bismillah.
Tarawih berjalan lancar. Kami dan teman-teman berniat untuk melakukan tadarus di masjid Babussalam yang kuketahui setelah membaca kotak amalnya bertuliskan kotak amal masjid Babussalam. Sayang, niat baik itu tinggal niat belaka, ternyata shalat tarawihnya membaca surat al-Quran yang panjang, tidak seperti kebanyakan masjid yang selalu membaca juz amma. Meskipun kecewa, tapi tak apalah karena speaker di masjid itu layak dengar bagi telingaku dan normalnya masyarakat setempat. Berbeda dengan speaker di masjid yang ada di pesantren yang sudah lebih dari sepuluh tahun belum juga diganti. Padahal kepala pesantren sudah mengingatkan kepada pengurus ta'mir untuk segera menggan ti dengan membeli yang baru. Alasannya, demi kekhusuan beribadah semua fasilitas juga yang baik donk. Maklum pesantren ku terletak di daerah perkotaan yang mayoritas masjid bangunannya megah semua. Dari pengalaman di masjid itu kami dan teman-teman sepakat untuk melakukan safari ramadhan yang masjidnya indah dan megah.

TELKOMSEL RAMADHANKU

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Pesona Hawa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger