Shalat di Jawa Berasa di Negeri Unta

Shalat di Jawa Berasa di Negeri Unta


akhirnya, bulan yang ditunggu-tunggu datang juga. Aktifitasku tak ad yang beda, paling hanya satu dua temanku yang ngalor-ngidul ga jelas bergaya sibuk (tapi memang sibuk benar kok), maklum di pesantrenku pada bulan ramadhan banyak sekali kegiatan yang dilakukannya. Bisa dihitung dari PESROM (pesantren Ramadhan), Harlah, Panitia Tajil, dan Panitia santri Baru, pokoknya berjubel deh. selepas maghrib, sambil menunggu isya datang aku dan teman-teman habiskan waktu dengan ngobrol bertemankan kopi.


Akhirnya adzan isya tiba, waktu bercanda dan santai sambil menghirup asap dan kopi pun diganti untuk tunaikan kewajiban pesantren yaitu Shalat Isya dan tarawih berjamaah. Kali ini aku kebagian tempat di depan, tapi sayang aku berada di barisan depan tepatnya disamping masjid, karena masjid yang kecil dan dan banyaknya masyarakat yang hadir jadinya karpet pun digelar di kedua samping dan masjid, sebelah buat kaum adam dan sebelah satunya buat perempuan. Setelah membaca kalimat shalawat pada nabi iqamah berkumandang tanda shalat dimulai. Aku yang diluar awalnya berasa biasa, tapi lama-kelamaan kok berasa seperti di padang pasir.
Rasa dingin pun mulai menusuk kulit, Aldi Albani yang berada disampingku juga kedinginan, malah dia hanya memakai kaos pemberian dari Kompasiana dan Telkomsel waktu berkunjung ke Malang, pasti dinginnya terasa banget ,kaosnya kan berlengan pendek. Dan lebih unlucky-nya, dan alasna inilah kenapa aku menyebutnya seperti di padang pasir, ya imam shalat isya dan tarawih itu mirip orang Abu Dhabi yang membaca kalimat Shalatnya pelan mirip baca puisi. Maklum biasanya shalat jamaah dilakukan dengan kecepatan normal. lha ini kok pelan banget ditambah anginnya yang begitu kencang, pokonya saya jamin semua jamaah yang berada diluar merasakan seperti aku adanya. Bayangkan saja angin pada malam itu bergerak kira-kira 75 KM perjam, bisa dirasakan sendiri bagaimana kencangnya. Aku yang membawa serban pun tak ambil pusing untuk melindungi leherku dari angin.
Aku, temanku, dan yang merasa tidak nyaman. Tanpa mengungkapkan keluhan, akhirnya awal ritual pada bulan baru ini terlaksana, meskipun badai angin dan sang pembaca puisi yang menjadi imam shalat. Bayangkan saja, satu jam lebih untuk melakukan shalat tarawih, padahal tahun sebelumnya hanya membutuhkan waktu paling banyak 35 menit

Telkomsel Ramadhan

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Pesona Hawa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger